Rabu, 02 Mei 2012

Harga Mahal Sebuah Kebebasan Berpendapat




Kanti W. Janis, novelis, Jakarta
Dalam rangka menulis sebuah cerpen, secara setengah sengaja saya mencari-cari data tentang tragedi Semanggi, yang terjadi pada pertengahan ‘98. Akhirnya pencarian itu membawa saya pada kisah perjuangan Bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari kungkungan Orde Baru mulai dari kasus 27 Juli. Sebuah perjuangan keras untuk kebebasan berpendapat. Dan perjuangan itu ternyata sangat menyakitkan, berdarah-darah, menyayat hati, memakan nyawa juga harga diri.
Waktu tahun 1998 saya masih kelas 1 SMP, dan saya sudah ingat betul apa yang terjadi. Kami satu keluarga besar demi keamanan bersama akhirnya memilih untuk tinggal di dalam satu rumah, yaitu di rumah nenek untuk sementara waktu.
Waktu itu saya masih polos, belum mengerti banyak. Keadaan yang sebenarnya mencekam malah saya nikmati. Pada periode itu sekolah sering diliburkan atau dipulangkan lebih cepat. Pada masa-masa saya jadi sering menginap rame-rame bareng sepupu-sepupu di rumah nenek.
Kemudian saat Soeharto diumumkan mengundurkan diri pada 21 Mei, saya pun dengan riang gembira ikut-ikutan turun ke jalan,masih dengan pakaian tidur,dan alas kaki seketemunya. Saya masih ingat jalan kaki di jalan tol Taman Ria Senayan yang tepat berada di depan Gedung MPR/DPR bersama ribuan orang. Kemudian besoknya di sekolah guru-guru dan teman-teman heboh bilang lihat saya ikutan demo, ah, rupanya wajah saya tertangkap kamera TV!
Akibat Tragedi Semanggi dan lengsernya Soeharto kata reformasi tiba-tiba menjadi populer. Sebelumnya kata itu hampir tidak dikenal. Orang-orang yang dulu ngga berani ngomong apa-apa mulai jumawa macam-macam. Pokoknya reformasi katanya. Segala perubahan entah baik atau buruk semuanya masuk ke dalam kategori reformasi. Lalu muncul juga para reformis kesiangan. Tapi yang membuat saya paling tidak habis berpikir adalah orang-orang yang memanfaatkan situasi. Dengan kejamnya mereka menyebarkan isu SARA, sehingga terjadi chaos besar-besar. Penjarahan di mana-mana, pemerkosaan, pembunuhan….

Waktu itu saya tahu kondisi Indonesia sedang buruk, tapi saya ngga ngeh kalau kondisinya benar-benar mengenaskan. Saya baru benar-benar sadar bahwa harga kebebasan berpendapat itu begitu mahal beberapa saat kemudian, terutama saat saya mendengar berita tentang teman kakak yang jadi korban kerusuhan. Dia tewas di lalap api karena terjebak kebakaran di rumahnya, ngilu dengarnya. Pergi ke sekolah juga ngga sama lagi. Kebetulan saya bersekolah di sekolah Katolik dengan mayoritas murid keturunan Tionghoa, hingga banyak sekali dari mereka yang pindah keluar negeri, begitu juga dengan sahabat saya.
Selain itu saya dengar si ini jadi korban pemerkosaan, si itu anaknya meninggal, atau si itu rumahnya dibakar ludes, dan kerabat dekat kami Elang Mulya juga tewas akibat kebrutalan peluru tentara…Betapa mahalnya….
Sekarang kita sudah bisa begitu bebas berpendapat, bersuara, berbagai fasilitas mendukung kita untuk mengungkapkan pendapat; seperti fasilitas blog yang tersedia kapan saja, gratis. Kita bisa memperbaharui status seenaknya lewat twitter, sedikit punya pendapat langsung kita unggah ke twitter atau facebook. Mau menggalang partisipan untuk membela Prita Mulyasari tinggal lewat Facebook. Mau mendukung Ariel tinggal bikin fans page. Dulu mau nulis hal-hal yang berbau politik sedikit mesti mikir ribuan kali.
Sekarang orang bisa menggalang massa demo ribuan orang untuk protes kelakuan pemerintah cuma lewat Facebook, semuanya dapat dilakukan hanya dalam hitungan menit. Karena itu rasanya miris sekali kalau harga yang mahal itu sekarang hanya dihabur-haburkan untuk menjelekan orang, atau lebih parahnya, memfitnah. Sekarang masyarakat kita daripada bicara kebenaran lebih banyak menghujat. Coba buka situs-situs yang menyediakan kolom untuk meninggalkan komentar, bisa dipastikan mayoritas isinya hujatan. Berita-berita di media juga isinya hanya saling memanas-manasi, segala cara ditempuh demi meraih rating tinggi.
Cita-cita saya menuliskan ini hanya ingin mengingatkan bahwa, betapa mahalnya harga sebuah kebebasan berpendapat yang telah kita peroleh sekarang. Karena itu jangan sia-siakan, berpendapatlah dengan baik, jangan saling tuding atau menghujat. Yang paling penting berpendapatlah untuk kebenaran!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar